TANAMAN TANJUNG (MIMUSOPS ELENGI)
SEBAGAI
TANAMAN HUTAN KOTA
Oleh: Arya Arismaya
Metananda
Hutan
kota adalah komunitas tumbuh-tumbuhan berupa pohon dan asosiasinya yang tumbuh
di lahan kota atau sekitar kota, berbentuk jalur, menyebar atau bergerombol
(menumpuk) dengan struktur meniru (menyerupai) hutan alam, membentuk habitat
yang memungkinkan kehidupan bagi satwa dan menimbulkan lingkungan sehat, nyaman
dan estetis. Saat ini hampir di seluruh Indonesia sedang digalakkan program
pembangunan dan pengembangan hutan kota yang bertujuan untuk pengelolaan
lingkungan hidup di perkotaan. Guna keberhasilan program ini, jenis tanaman
yang ditanam hendaknya dipilih berdasarkan beberapa pertimbangan dengan tujuan
agar tanaman dapat tumbuh baik di lapangan dan tanaman tersebut dapat
menanggulangi masalah lingkungan ditempat itu dengan baik.
Tanaman
tanjung (Mimusops elengi L.)
merupakan salah satu jenis tanaman pohon yang cukup prospektif untuk
dipergunakan dalam program pengembangan hutan kota, karena memiliki multi fungsi.
Tanaman tanjung memiliki ketahanan yang tinggi terhadap pencemaran debu semen
dan kemampuan yang tinggi dalam menjerap (adsorpsi) dan menyerap (absorpsi)
debu semen, tidak peka terhadap pencemaran udara walaupun kemampuan jerapannya
terhadap timbal rendah, dapat menghasilkan bau harum yang dapat menetralisir
bau busuk, bunganya dapat diambil dan dimanfaatkan masyarakat guna meningkatkan
taraf gizi/ kesehatan dan penghasilan masyarakat dan mempunyai nilai estetika.
Oleh karena itu tanaman tanjung dapat dipergunakan dalam program pengembangan
hutan kota di kawasan pabrik, di kawasan dengan pencemaran udara yang tinggi,
di kawasan tempat penimbunan sampah atau di kawasan pemukiman kumuh dan padat
(Departemen Kehutanan RI 2009).
Tanjung
juga disebut sebagai tanaman serbaguna, kayunya dikenal awet, keras, kuat untuk
konstruksi jembatan, perahu, kapal laut, lantai, rangka dan daun pintu
(Sarliani 2002). Bagian tanaman lainnya juga dimanfaatkan seperti akar, kulit,
daun dan bunganya sebagai bahan obat-obatan. Tanaman tanjung (Mimusops elengi) digunakan oleh
masyarakat untuk mengobati diare, asma, radang hidung dan radang tenggorokan.
Tanaman ini merupakan salah satu tanaman perindang, daunnya sangat rimbun dan
rapat serta bunganya berbau harum (Heyne 1987).
Sistematik
Tanaman
Menurut Martawijaya, dkk (1989) bahwa sistematika dari tanaman
tanjung (Mimusops elengi) adalah sebagai berikut:
Divisio : Spermatophyta
Sub division : Angiospermae
Class : Dicotyledoneae
Ordo : Ebenales
Family : Sapotaceae
Genus : Mimusops
Species : Mimusops elengi
Batang dari tanaman ini bersudut
dan pada pohon yang sangat tua terkadang keras dan padat, berserat halus tetapi
dapat dengan mudah retak. Sehingga orang jarang menggunakannya tetapi dalam air
dapat bertahan lama (Hidayat dan Hutapea 1995).
Tempat
Tumbuh
Tanaman tanjung (Mimusops elengi) diperkirakan terdiri dari
40 marga dan 600 jenis. Terutama sekali merupakan pohon tropika, umumnya di
Asia dan Amerika Serikat Tumbuhan ini diduga berasal dari India kemudian
menyebar ke Burma (Myanmar), Srilangka dan daerah tropika lainnya . Tanjung (Mimusops
eiengi) berukuran sedang dan dapat juga kecil. Biji-bijinya bila
berkecambah dapat dipergunakan untuk perkembangbiakkannya dari cangkokan. Dapat
tumbuh pada tanah berpasir, di dataran rendah yang terbuka. tumbuh baik pada
ketinggian kurang dari 800 meter di atas permukaan laut (Suryowinoto 1997).
Iklim
Tanaman tanjung bisa tumbuh ditempat yang beriklim tropika. Selain
itu tanaman itu mudah sekali didapatkan di sekitar jalan–jalan protokol.
Tanaman tanjung ini kurang cocok tumbuh di daerah subtropika karena iklimnya
tidak sesuai dengan pertumbuhan daun tanaman tanjung ini untuk berkembang biak.
Hubungan warna tanah dengan kandungan bahan organik di daerah
tropika sering tidak sejalan dengan di daerah beriklim sedang (Amerika dan Eropa).
Tanah-tanah merah di Indonesia banyak yang mempunyai kandungan bahan organik
lebih dari satu persen, sama dengan kandungan bahan organik tanah hitam
(Mollisol) di daerah beriklim sedang (Siringoringo 2000).
Tanah mempunyai
peranan yang penting bagi proses pertumbuhan bagi tanaman khususnya tanaman
tanjung, dimana apabila kondisi tanah kurang baik atau kurang subur karena hara
yang dimiliki atau yang dikandung sangat sedikit maka pertumbuhan juga akan
terhambat.
Pemanfaatan
Tanaman tanjung banyak dimanfaatkan sebagai pohon pelindung yang
terdapat pada jalan–jalan protokol. Selain itu buah tanjung banyak dimakan oleh
burung sehingga penyebaran bibitnya mudah menyebar karena bantuan burung yang
memakan buahnya dan menjatuhkannya di tempat yang lain. Tanaman tanjung
termasuk pada tanaman yang sensitif, sehingga tanaman ini tidak cocok untuk ditempatkan di pinggi jalan atau
jalur convergen (penyatuan dua jalan). Pemilihan jenis yang baik
seharusnya memiliki fungsi pereduksi polutan, pengarah dan Landmark dari
kategori tanaman toleran sampai sedang (Udayana 2004). Disisi lain keistimewaan
dari tanaman ini adalah bentuk tajuknya yang indah, perpaduan bentuk dan warna
daunnya yang hijau mengkilat dan buahnya yang masak berwarna merah atau merah
jingga sehingga jenis tanaman ini sangat bagus untuk komponen taman sekaligus
untuk tanaman peneduh.
Pohon tanjung termasuk jenis tanaman pohon
yang bergetah, ketinggiannya dapat mencapai 15 m, daun tunggal bertangkai.
Duduk daun tersebar, bertepi rata, bertulang menyirip. Helaian daun berbentuk
bulat memanjang atau bulat telur memanjanag, panjang 9-16 cm. Daun-daun yang
muda berwarna coklat, bila sudah tua hijau. Tanjung dapat hidup dengan baik
ditempat-tempat yang terbuka dan kena sinar matahari langsung, baik di dataran
rendah maupun dataran tinggi, yakni pada ketinggian 1000 m diatas permukaan
laut. Untuk mendapatkan tanaman yang sehat, media tanam atau lahan yang akan
ditanami harus subur, gembur dan drainase diatur dengan baik.
Tanaman tanjung dalam peranannya sebagai hutan kota, dijadikan
sebagai identitas kota Surabaya saat ini. Selain sebagai identitas kota,
tanaman ini juga memiliki beberapa kelebihan / peranan dalam hutan kota diantaranya:
1. Kemampuan Tanaman Dalam Penyerapan Pencemaran Udara
(khususnya Pb)
Ada beberapa tanaman atau tumbuhan
yang mempunyai kemampuan sebagai media penyerap polutan atau mengurangi
pencemaran udara yang dihasilkan oleh industri dan alat transportasi. Di bawah
ini akan dicantumkan dalam tabel tanaman-tanaman yang mampu menyerap polutan,
khususnya Pb.
Tabel 1.
Tanaman yang Meyerap Pb
No
|
Nama Daerah
|
Nama Latin
|
Serapan (mg/m2)
|
1
|
Damar
|
Agatis Alba
|
54,90
|
2
|
Mahoni
|
Swietenia Mahagoni
|
41,80
|
3
|
Jamuju
|
Podocarpus Inmbricatus
|
45,52
|
4
|
Pala
|
MiristycaFragrans
|
49,25
|
5
|
Asem Londo
|
Pitecilobium Dulce
|
57,24
|
6
|
Johar
|
Casia Ciamea
|
50,50
|
7
|
Keben
|
Barintonia Asiatica
|
33,31
|
8
|
Tanjung
|
Mimusop Elenge
|
35,94
|
Mekanisme
Penjerapan Pb Oleh Tanaman Tanjung
Tumbuhan mempunyai
kemampuan menjerap dan mengakumulasi zat pencemar. Tumbuhan melalui daunnya
dapat menangkap partikel timbal yang diemisikan kandaraan bermotor (Djuangsih
dalam Siringoringo 2000). Menurut Koeppe dan Miller dalam Siringoringo, kemampuan tanaman dalam
menjerap timbal sangat dipengaruhi keadaan permukaan daun tanaman. Daun yang
mempunyai bulu (pubescent) atau daun yang permukaannya kesat (berkerut)
mempunyai kemampuan yang lebih tinggi dalam menjerap timbal, daripada daun yang
mempunyai permukaan lebih licin dan rata. Hal yang sama juga dinyatakan oleh Strakman dalam Siringoringo (1969) bahwa kemampuan daun
tanaman menjerap suatu polutan dipengaruhi oleh karakteristik morfologi daun, seperti ukuran dan bentuk
daun, adanya rambut pada permukaan daun dan juga tekstur daun.
Bukti/ efek dari
penyerapan polutan oleh paparan CO, NOx, SOx dan timbal pada tanaman tanjung adalah mudah
dijumpai pada daun. Contoh efek akut adalah klorosis dan nekrosis pada
permukaan daun yang dapat menyebabkan jaringan daun menjadi rusak dan mati
sehingga disimpulkan bahwa pemaparan emisi kendaraan memberikan efek negatif.
Ditandai dengan jumlah daun yang rusak pada tanaman yang diberi pemaparan
polutan lebih banyak daripada daun control (Hendrasarie 2007).
2.
Penyerap
dan Penapis Bau
Tanaman dapat
digunakan untuk mengurangi bau. Tanaman dapat menyerap bau secara langsung atau
tanaman akan menahan gerakan angin yang bergerak dari sumber bau. Akan lebih
baik lagi hasilnya, jika tanaman yang ditanam dapat mengeluarkan bau harum yang
dapat menetralisir bau busuk dan menggantinya dengan bau harum. Tanaman yang
dapat menghasilkan bau harum antara lain: cempaka (Michelia champaka)
dan tanjung (Mimosops elengi) (Dahlan 1992).
3. Fungsi Lainnya
Tanaman Tanjung sebagai hutan kota juga berperan secara tidak langsung
sebagai peredam kebisingan, mengurangi bahaya hujan asam, penyerap karbon
monoksida dan karbon dioksida serta menghasilkan oksigen, penahan angin dan
lain-lain.
Daerah Sebaran Tanaman Tanjung di Kampus IPB Darmaga
Tanaman Tanjung ini dapat dengan mudah ditemukan di Kampus IPB Darmaga.
Tanaman ini juga dijadikan bagian dari tanaman peneduh disebagin besar jalan
yang ada di dalam kampus ini. Beberapa lokasi tempat ditemukannya tanaman tanjung
ialah jalan ulin, sekeliling Graha Widia
Wisuda (GWW), pinggiran jalan menuju Al-hurriyah, perumahan dosen. dan lokasi-lokasi
lainnya.
Anomali Tanaman Tanjung
Sekalipun tanaman
ini merupakan tanaman yang serbaguna, namun perlu diperhatikan sebelum
digunakan/ dipilih sebagai spesies tanaman dalam hutan kota. Hal ini
dikarenakan pada beberapa penemuan lapangan, ternyata jenis ini mudah sekali
merontokan daunnya, sehingga kurang baik bila di tempatkan dipinggir jalan,
akan mengotori badan jalan. Selain itu disebutkan bahwa kayu tanaman ini
relatif kuat, namun pada beberapa individu yang ditemukan, mudah pula retak.
Hal ini sangat dikhawatirkan bila tamanan ini ditempatkan sebagai wind break akan mudah roboh dan mengenai
para pengguna jalan.
Dilihat dari kandungan bahan bakan
kering yang cukup tinggi, perlu dipertimbangan lebih lanjut, karena
dikhawatirkan keberadaan serasah tanaman ini dapat dengan mudah menyulut
timbulnya api.
Daftar Pustaka
Dahlan,
EN. 1992. Membangun Hutan Kota di Indonesia (jurnal). Bogor: Media Konservasi
Vol. IV (1), Oktober 1992, hal 35-37
Departemen Kehutanan RI. 2009. Hutan
kota untuk pengelolaan dan peningkatan kualitas lingkungan hidup.
http://www.dephut.go.id. Diakses tanggal 21 September 2011.
Djuangsih
N., Hendarto, O. Soemarwoto, H. Koyama, K. Hyodo dan S. Sujuki, 1988. “Air
Pollution by Lead and The Health Effects in Bandung City”. Dalam : Sujuki.
S. (ed). Health Ecology in Indonesia. Gyosei Corp., Tokyo.
Hendrasarie, Novirina.
2007. Kajian Efektifitas Tanaman Dalam Menjerap Kandungan Pb Di Udara. Jatim:
FTSP – UPN “Veteran” Jatim.
Heyne, k. 1987. Tumbuhan berguna
indonesia. Jilid 3. Badan Penelitian Dan Pengembangan Kehutanan RI. Jakarta.
1588.
Hidayat, s. dan j.r. Hutapea. Inventaris
Tanaman Obat Indonesia I. Balitbangkes, Depkes RI, Jakarta. 701.
Koeppe.
D. E. dan R. J. Miller. 1970. “Lead Effect on Corn Mitochondrial
Respiration”. Science. Vol. 167.
Martawijaya, A., Kartasujana, I.,
Mandang, Y.I., Prawira, S.A. dan Kadir, K. 1989. Atlas Kayu Indonesia Vol.2.
Pusat Pebelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. Bogor.
Sarlina. 2002. Studi morfologi buah, biji dan
perkecambahan Tanjung (Mimusops elengi L) dan Sumbangannya Pada Pelajaran BIologi di Sekolah menengah Umum.
Skripsi. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sriwijaya
Palembang.
Siringoringo,
H. H, 2000. “Kemampuan Beberapa Jenis Tanaman Hutan Kota Dalam Menjerap
Partikulat Timbal”. Bul. Pen. Hutan.
Starkman.
E. S., 1969. “Combustion-Generated Air Polution”. Plenum Press, New
York.
Suryowinoto,
S. M, 1997. “Flora Eksotika Tanaman Peneduh”. Penerbit Karnisius.
Udayana,
Cicik. 2004. Toleransi Spesies Pohon
Tepi Jalan Terhadap Pencemaran Udara Di Simpang Susun Jakarta (Jakarta
Interchange) Cawang, Jakarta Timur [Tesis]. Bogor: Sekolah
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Mau tanya pak akarnya tanjung apakah sperti pohon mangga yang bisa mengangkat pondasi? Saya punya satu di halaman kecil saya, apakah akarnya bisa menganggu
BalasHapus