Jumat, 01 Juni 2012

KONSERVASI DALAM SYARIAT ISLAM


Konservasi Dalam Syariat Islam

Oleh: Arya Arismaya M

Para pakar Islam terdahulu sesungguhnya telah mempunyai kepedulian yang tinggi terhadap lingkungan hidup dan konservasi alam. Semangat konservasi terhadap pelestarian alam dan lingkungan terdapat cukup banyak dalam istilah yang telah digunakan, baik yang kita temukan di dalam al-Qur’an maupun dalam kitab-kitab klasik. Beberapa diantaranya dalam istilah tersebut disebutkan secara spesifik dalam bentuk praktis yang pernah diajarkan oleh Baginda Rasulullah SAW. Beberapa institusi penting yang dapat dipandang sangat vital sifatnya dilihat dalam kondisi terkini yang menyangkut : pembagian lahan, hutan, pengelolaan hidupan liar, pertanian dan tata kota, ada beberapa istilah:
  1. Ihya al-mawat, menghidupkan lahan yang terlantar dengan cara reklamasi atau memfungsikan kawasan tersebut agar menjadi produktif
  2. Iqta, lahan yang diijinkan oleh negara untuk kepentingan pertanian sebagai lahan garap untuk pengembang atau investor.
  3. Ijarah, sewa tanah untuk pertanian.
  4. Harim, kawasan lindung.
  5. Hima, kawasan yang dilindungi untuk kemaslahatan umum dan pengawetan habitat alami.
  6. Waqaf, lahan yang dihibahkan untuk kepentingan public (ummat).
Pada prinsipnya, pandangan di atas memang melekatkan secara umum tentang keharusan mengelola lahan secara baik dan benar baik untuk kepentingan manusia maupun kemanusiaan, juga untuk kepentingan alam sekitar termasuk flora dan fauna yang termasuk ciptaan Allah SWT. Enam bentuk dan istilah-istitusi ini dapat dijumpai di berbagai literatur tentang pengelolaan negara (seperti kitab al-Ahkam al Sulthaniyah) hingga kitab hukum perdata (Majalla al-Ahkam al-Adaliyyah yang sudah menjadi petunjuk pelaksanaan) dari berlakunya syariat Islam di jaman Turki Ustmani.
Hukum syariat Islam mempunyai bentuk-bentuk dasar dan semangat konservasi alam yang baik sebagai referensi. Beberapa prinsip di atas sebenarnya dapat diadaptasi sebagai bentuk dasar dalam konservasi alam melalui syariat Islam. Keperluan konservasi yang semakin kompleks dan meluas, dapat saling mengisi antara enam aspek diatas. Misalnya, apabila lahan di sekitar taman nasional masih diperlukan untuk pembangunan fasilitas taman nasional yang diadopsi sebagai hima’ dalam syariat Islam, maka masyarakat dapat dilibatkan untuk mewakafkan lahan sebagai bentuk amaliah mereka untuk kepentingan konservasi alam. Demikian pula zona-zona larangan (zona inti, zona rimba), dapat dimasyarakatkan melalui penyadaran kepada masyarakat bahwa melestarikan kawasan aliran air dan jasa ekosistem merupakan anjuran syariat. Maka dengan memahami penerapan syariat yang menganjurkan pada kemaslahatan bersama dan di dalamnya adalah unsur ibadah kepada Allah SWT, akan lebih banyak partisipasi ummat dalam menyumbangkan lahan-lahan mereka untuk kepentingan konservasi, Insya Allah.
Terakhir, melaui pandangan konsep ini, kita tidak mengkotakkan urusan hiruk pikuk duniawi dengan urusah akhirat, bahwa keduanya dapat sejalan. Selama itu upaya dan usaha yang dilakukan, niat untuk ibadah, maka disitu akan ada jalan lapang untuk bekerja. Semoga ini menjadi ikhtibar bagi kita semua. Mari hidup konservatif demi kemaslahatan umat dan manusia pada umumnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar