Konservasi Dalam Syariat Islam
Oleh: Arya Arismaya M
Para pakar Islam terdahulu sesungguhnya telah mempunyai kepedulian yang
tinggi terhadap lingkungan hidup dan konservasi alam. Semangat konservasi terhadap pelestarian alam dan lingkungan terdapat cukup banyak dalam
istilah yang telah digunakan, baik yang kita temukan di dalam al-Qur’an maupun
dalam kitab-kitab klasik. Beberapa diantaranya dalam istilah tersebut
disebutkan secara spesifik dalam bentuk praktis yang pernah diajarkan oleh
Baginda Rasulullah SAW. Beberapa institusi penting yang dapat dipandang sangat vital
sifatnya dilihat dalam kondisi terkini yang menyangkut : pembagian lahan,
hutan, pengelolaan hidupan liar, pertanian dan tata kota, ada beberapa istilah:
- Ihya al-mawat, menghidupkan lahan yang terlantar dengan cara reklamasi atau memfungsikan kawasan tersebut agar menjadi produktif
- Iqta, lahan yang diijinkan oleh negara untuk kepentingan pertanian sebagai lahan garap untuk pengembang atau investor.
- Ijarah, sewa tanah untuk pertanian.
- Harim, kawasan lindung.
- Hima, kawasan yang dilindungi untuk kemaslahatan umum dan pengawetan habitat alami.
- Waqaf, lahan yang dihibahkan untuk kepentingan public (ummat).
Pada prinsipnya, pandangan di atas memang melekatkan secara umum tentang
keharusan mengelola lahan secara baik dan benar baik untuk kepentingan manusia
maupun kemanusiaan, juga untuk kepentingan alam sekitar termasuk flora dan
fauna yang termasuk ciptaan Allah SWT. Enam bentuk dan istilah-istitusi ini
dapat dijumpai di berbagai literatur tentang pengelolaan negara (seperti kitab al-Ahkam
al Sulthaniyah) hingga kitab hukum perdata (Majalla al-Ahkam
al-Adaliyyah yang sudah menjadi petunjuk pelaksanaan) dari berlakunya
syariat Islam di jaman Turki Ustmani.
Hukum syariat Islam mempunyai bentuk-bentuk dasar dan semangat konservasi
alam yang baik sebagai referensi. Beberapa prinsip di atas sebenarnya dapat
diadaptasi sebagai bentuk dasar dalam konservasi alam melalui syariat Islam.
Keperluan konservasi yang semakin kompleks dan meluas, dapat saling mengisi
antara enam aspek diatas. Misalnya, apabila lahan di sekitar taman nasional
masih diperlukan untuk pembangunan fasilitas taman nasional yang diadopsi
sebagai hima’ dalam syariat Islam, maka masyarakat dapat dilibatkan untuk
mewakafkan lahan sebagai bentuk amaliah mereka untuk kepentingan konservasi
alam. Demikian pula zona-zona larangan (zona inti, zona rimba), dapat dimasyarakatkan melalui penyadaran
kepada masyarakat bahwa melestarikan kawasan aliran air dan jasa ekosistem
merupakan anjuran syariat. Maka dengan memahami penerapan syariat yang
menganjurkan pada kemaslahatan bersama dan di dalamnya adalah unsur ibadah
kepada Allah SWT, akan lebih banyak partisipasi ummat dalam menyumbangkan
lahan-lahan mereka untuk kepentingan konservasi, Insya Allah.
Terakhir, melaui pandangan konsep ini, kita tidak mengkotakkan urusan hiruk pikuk duniawi dengan urusah akhirat, bahwa keduanya dapat sejalan. Selama itu upaya dan usaha yang dilakukan, niat untuk ibadah, maka disitu akan ada jalan lapang untuk bekerja. Semoga ini menjadi ikhtibar bagi kita semua. Mari hidup konservatif demi kemaslahatan umat dan manusia pada umumnya.
Terakhir, melaui pandangan konsep ini, kita tidak mengkotakkan urusan hiruk pikuk duniawi dengan urusah akhirat, bahwa keduanya dapat sejalan. Selama itu upaya dan usaha yang dilakukan, niat untuk ibadah, maka disitu akan ada jalan lapang untuk bekerja. Semoga ini menjadi ikhtibar bagi kita semua. Mari hidup konservatif demi kemaslahatan umat dan manusia pada umumnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar