ALTERNATIF TEKNOLOGI TEPAT
GUNA DALAM PENJERNIAN AIR AKIBAT PENCEMARAN
Oleh: Arya Arismaya
Metananda
Di era modern
saat ini, dengan teknologi yang kian pesat berkembang, kemajuan peradaban pada
seluruh sektor kehidupan manusia, ternyata tidak mesti membuat kehidupan
manusia nyaman selalu. Dibalik perkembangan atau kemajuan tersebut ada saja
kelemahannya. Salah satunya ialah penggunaan teknologi saat ini, emisinya
berperan sebagai pencemar. Pencemaran berlaku apabila
komposisi udara atau air berubah hasil akibat aktivitas-aktivitas manusia dan proses alam sehingga
menyebabkan kualitas
air dan udara berkurang
serta
tidak dapat
lagi berfungsi dengan baik. Pencemaran juga berlaku apabila terdapat makhluk hidup, zat, tenaga atau
komponen-komponen lain di dalam air atau udara. Secara umum pencemaran dikelaskan
kepada tiga jenis pencemaran ialah pencemaran air (water pollution),
pencemaran udara (air pollution) dan
pencemaran tanah (soil pollution).
Pada pembahasan
kedepannya lebih ditekankan pada upaya penjernian air sebagai bentuk
kreatifitas mensiasati maraknya pencemaran air. Kita tahu bila air tersebut
sangat erat kaitannya dengan kehidupan manusia. Terdapat alasan yang kuat
mengapa air ini sangat penting bagi kehidupan manusia diantaranya: Tubuh
manusia terdiri dari air ± 60-70% dari berat badannya, orang dewasa butuh 2 liter setiap
hari untuk
pencernaan, metabolisme, mengangkut zat-zat makanan dalam tubuh, mengatur keseimbangan suhu tubuh, menjaga jangan sampai tubuh
kekeringan dan dehidrasi serta
masih banyak lagi alasan lainnya.
Begitu
pentingnya air untuk kita jaga tersebut karena keterkaitannya yang erat sekali
dengan kesehatan manusia. Bayangkan air yang tercemar dapat
menyebabkan penyakit, karena di dalamnya banyak terdapat organisme penyakit
seperti bakteri dan virus,
Virus kolera, Salmonella thypi, Shigella dysenteriae dan yang lainnya. Semua ini
tentu tidak akan terjadi bilamana semuanya sadar untuk memelihara lingkungan
sekitarnya terutama keberadaan airnya. Hal-hal yang menjadi sumber pencemaran
ditekan seminimal mungkin, serta hutan sebagai penyedia air bersih dapat terus dilestarikan
bagi keberlanjutan anak cucu mendatang.
Lalu apa
pencemaran air tersebut? Untuk hal ini mungkin setiap orang memiliki persepsi
yang bisa jadi berbeda dalam memandangnya. pencemaran air sendiri berlaku
apabila terjadi
perubahan keadaan di suatu tempat penampungan air seperti danau, sungai, laut
dan air tanah akibat aktivitas
manusia. Namun begitu, perubahan kualitas air yang disebabkan oleh fenomena
alam seperti gunung berapi tidak dianggap sebagai pencemaran. Pencemaran air akan menyebabkan meningkatnya kandungan
nutrien yang mengarah kepada berlakunya eutrofikasi. Eutrofikasi merupakan masalah alam sekitar
yang disebabkan oleh limbah fosfat khususnya di dalam ekosistem air tawar. Hal
ini berlaku karena kandungan nutrien di dalam ekosistem air melebihi tahap yang
sepatutnya. Air dikatakan sebagai eutrofik apabila kepekatan total phosporus
(TP) di dalam air berada pada paras 35-100 µg/L. Sebenarnya, eutrofikasi adalah satu proses semula
jadi di mana danau mengalami penuaan dan
menjadi lebih produktif untuk pertumbuhan biomassa, ia memerlukan ribuan tahun
untuk berlakunya proses eutrofikasi ini. Namun begitu, aktivitis manusia yang
tidak terkawal ini telah menyebabkan proses ini berlaku dengan cepat.
Dalam PP No. 20/1990 tentang
Pengendalian Pencemaran Air, pencemaran air didefinisikan sebagai : “masuknya atau dimasukkannya mahluk hidup,
zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia sehingga kualitas air
turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak berfungsi lagi
sesuai dengan peruntukannya” (Pasal 1, angka 2).
Terhadap indikator
atau tanda bahwa air lingkungan telah tercemar adalah adanya perubahan atau
tanda yang dapat diamati,
dapat digolongkan menjadi pengamatan secara fisis, yaitu pengamatan pencemaran
air berdasarkan tingkat kejernihan air (kekeruhan), perubahan suhu, adanya
perubahan warna, bau dan rasa,
lalu pengamatan
secara kimiawi berupa
pengamatan pencemaran air berdasarkan zat kimia yang terlarut, perubahan pH, dan terakhir pengamatan secara
biologis, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan mikroorganisme yang ada
dalam air, terutama ada tidaknya bakteri pathogen.
Dilihat dari sumber
pencemarnya, pencemaran yang terjadi dapat digambarkan dalam bagan berikut:
Gambar : Bagan Pengaruh Beberapa Jenis Bahan Pencemar terhadap
Lingkungan Perairan oleh: Effendi dalam Anomin 2003
Dengan melihat
indikator bahwa air telah tercemar dan dampak dari pencemaran tersebut maka
perlu upaya pengendalian dari pencemaran tersebut. Dalam hal ini setiap
individu yang berkepentingan harus mengambil bagian dalam menciptakan
lingkungan yang sehat. Secara prinsip penanganan tersebut harus didukung dengan
peraturan
perundangan yang dapat merencanakan, mengatur dan mengawasi segala macam bentuk
kegiatan industri dan teknologi sehingga tidak terjadi pencemaran. Selain itu mengubah proses pengelolaan limbah atau menambah alat bantu
yang dapat mengurangi pencemaran
(ramah lingkungan). Pada taraf yang lebih kecil kita pun dapat berperan
dalam upaya pengurangan pencemaran air ini sendiri yaitu dengan mengurangi produksi
sampah (minimize) yang kita hasilkan
setiap hari atau juga
memanfaatkan sampah yang ada tersebut menjadi barang kerajian yang lebih
ekonomis
Kitapun
perlu memperhatikan bahan kimia yang kita buang dari rumah kita karena disadari atau tidak
saat
ini kita telah menjadi masyarakat kimia, yang menggunakan ratusan jenis zat
kimia dalam keseharian kita, seperti mencuci, memasak, membersihkan rumah,
memupuk tanaman, dan sebagainya
yang kesemuanya itu rentang mencemari air sekitar. Oleh sebab itu
kita
harus bertanggung jawab terhadap berbagai sampah seperti makanan dalam kemasan
kaleng, minuman
dalam botol dan sebagainya, yang memuat unsur pewarna pada kemasannya dan
kemudian terserap oleh air tanah pada tempat pembuangan akhir. Bahkan pilihan
kita untuk bermobil atau berjalan kaki, turut menyumbangkan emisi asam atu
hidrokarbon ke dalam atmosfir yang akhirnya berdampak pada siklus air
alam.
Teknologi dapat kita gunakan untuk
mengatasi pencemaran air. Instalasi pengolahan air bersih, instalasi pengolahan
air limbah, yang dioperasikan dan dipelihara baik, mampu menghilangkan
substansi beracun dari air yang tercemar. Salah satu teknologi tepat guna yang dapat diterapkan
ialah sebagaimana yang pernah kami sampaikan pada penyuluhan pendidikan
lingkungan hidup, yakni skema rawa buatan dengn saringan biologis dan kolam
ikan
Penggunaan skema rawa buatan ini, secara sederhana
dapat dijelaskan ialah proses penyaringan limbah pencemaran dengan beberapa
tahan sampai dengan limbah tersebut dapat dimanfaatkan kembali seperti sumber
perairan bagi kolam ikan dan lainnya. Dalam prosesnya setiap limbah yang
dihasilkan, terutama limbah rumah tangga akan di saring menggunakan saringan
biologis yang terdiri dari arang, bebatuan, sabut kelapa, pasir, ataupun media
saringan lainnya, lalu ditahap selanjutnya air yang disaring tersebut diarahkan
pada kolam tanaman. Proses ini merupakan proses pengujian apakan penyaringan
limbah tersebut berjalan, dilihat dengan masih hidupnya tanaman-tanaman
sensitive pada media kolam tersebut. Ketika hal ini telah teruji, maka selanjutnya
air yang mengalir pada selanjutnya di uji kembali pada kolam ikan. Barulah
ketika seluruh tahan ini berhasil dilalui maka air tersebut telah aman
digunakan, seperti untuk menyiram tanamannya dirumah ataupun kegiatan lainnya.
Dapat pula melalui teknologi tepat guna lainnya yaitu teknologi yang sederhana, dengan biaya yang rendah namun secara efektif dapat mencapai tujuan yang diharapkan.
Satu teknologi tepat
guna lainnya yang dapat digunakan sebagai penjernih air ialah dengan
menggunakan media tanaman kelor (Moringa oleifera). Tanaman ini dikenal
sebagai tanaman “drumstick” karena bentuk polong buahnya yang memanjang
meskipun ada juga yang menyebut sebagai “horseradish” karena rasa akarnya
menyerupai “radish”. Kelor (moringa oliefera) termasuk jenis tumbuhan perdu
yang dapat memiliki ketingginan batang 7 -11 meter. Di Jawa, Kelor sering
dimanfaatkan sebagai tanaman pagar karena berkhasiat untuk obat-obatan. Pohon
Kelor tidak terlalu besar. Batang kayunya getas (mudah patah) dan cabangnya
jarang tetapi mempunyai akar yang kuat. Batang pokoknya berwarna kelabu.
Daunnya berbentuk bulat telur dengan ukuran kecil-kecil bersusun majemuk dalam
satu tangkai. Kelor dapat berkembang biak dengan baik pada daerah yang
mempunyai ketinggian tanah 300-500 meter di atas permukaan laut. Bunganya
berwarna putih kekuning kuningan dan tudung pelepah bunganya berwarna hijau.
Bunga kelor keluar sepanjang tahun dengan aroma bau semerbak. Buah kelor
berbentuk segi tiga memanjang yang disebut klentang (Jawa). Buahnya pula berbentuk
kekacang panjang berwarna hijau dan keras serta berukuran 120 cm panjang.
Sedang getahnya yang telah berubah warna menjadi coklat disebut blendok (Jawa).
Penjernihan air menggunakan biji kelor
dialakukan dengan membiarkan bijinya
sampai matang atau tua di pohon dan baru dipanen setelah kering. Sayap bijinya
yang ringan serta kulit bijinya mudah dipisahkan sehingga meninggalkan biji
yang putih. Bila terlalu kering di pohon, polong biji akan pecah dan bijinya
dapat melayang “terbang” ke mana-mana.
Biji tak berkulit tersebut kemudian dihancurkan dan ditumbuk
sampai halus sehingga dapat dihasilkan bubuk biji Moringa. Jumlah bubuk biji
moringa atau kelor yang diperlukan untuk pembersihan air bagi keperluan rumah
tangga sangat tergantung pada seberapa jauh kotoran (tingkat tercemar) yang terdapat di dalamnya. Untuk menangani air sebanyak 20 liter
(1 jeriken), diperlukan jumlah bubuk biji kelor 2 gram atau kira-kira 2 sendok
teh (5 ml).
Tambahkan sedikit air bersih ke dalam bubuk biji sehingga menjadi
pasta. Letakkan pasta tersebut ke dalam botol yang bersih dan tambahkan ke
dalamnya satu cup (200 ml) lagi air bersih, lalu kocok selama lima menit hingga
campur sempurna. Dengan cara tersebut, terjadilah proses aktivitasi senyawa
kimia yang terdapat dalam bubuk biji kelor.
Saringlah larutan yang telah tercampur dengan koagulan biji kelor
tersebut melalui kain kasa dan filtratnya dimasukkan ke dalam air 20 liter
(jeriken) yang telah disiapkan sebelumnya, dan kemudian diaduk secara
pelan-pelan selama 10-15 menit.
Selama pengadukan, butiran biji yang telah dilarutkan akan
mengikat dan menggumpalkan partikel-partikel padatan dalam air beserta mikroba
dan kuman-kuman penyakit yang terdapat di dalamnya sehingga membentuk gumpalan
yang lebih besar yang akan mudah tenggelam mengendap ke dasar air. Setelah satu
jam, air bersihnya dapat diisap keluar untuk keperluan keluarga.
Proses pembersihan tersebut menurut hasil penelitian yang telah
dilaporkan mampu memproduksi bakteri secara luar biasa, yaitu sebanyak 90-99,9%
yang melekat pada partikel- partikel padat, sekaligus menjernihkan air, yang
relatif aman (untuk kondisi serba keterbatasan) serta dapat digunakan sebagai
air minum masyarakat setempat.
Namun demikian, beberapa mikroba patogen masih ada peluang tetap
berada di dalam air yang tidak sempat terendapkan, khususnya bila air awalnya
telah tercemar secara berat. Idealnya bagi kebutuhan air minum yang pantas,
pemurnian lebih lanjut masih perlu dilakukan, baik dengan cara memasak atau
dengan penyaringan dengan cara filtrasi pasir yang sederhana.
Daftar Pustaka
[anonim].2006. PP
No. 20/1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air, pencemaran air 2003[terhubung berkala]www1.evaluasi.or.id (4 Oktober 2010)
[anonim].2010. pencemaran
air :sumber, dampak dan penanggulangannya [artikel]. file:///J:/Deteksi%20Pencemaran%20Air%20%C2%AB%20Ketut%20Wikantika.htm [4
Oktober 2010]
Hidayati, Thantien. 2008. Transect Walk Sebagai Metode Alternatif
Dalam Penyampaian Pendidikan Nilai (Budi Pekerti) Berbasis Hak Asasi Manusia
Pada Peserta Didik Di Lembaga Pendidikan Formal. Universitas Muhammadiyah Malang.
so cuma ada 2 cara untuk mengatasi pencemaran air melalui teknologi
BalasHapus