Jumat, 01 Juni 2012

ALTERNATIF TEKNOLOGI TEPAT GUNA DALAM PENJERNIAN AIR AKIBAT PENCEMARAN


ALTERNATIF TEKNOLOGI TEPAT GUNA DALAM PENJERNIAN AIR AKIBAT PENCEMARAN
Oleh: Arya Arismaya Metananda


Di era modern saat ini, dengan teknologi yang kian pesat berkembang, kemajuan peradaban pada seluruh sektor kehidupan manusia, ternyata tidak mesti membuat kehidupan manusia nyaman selalu. Dibalik perkembangan atau kemajuan tersebut ada saja kelemahannya. Salah satunya ialah penggunaan teknologi saat ini, emisinya berperan sebagai pencemar. Pencemaran berlaku apabila komposisi udara atau air berubah hasil akibat aktivitas-aktivitas manusia dan proses alam sehingga menyebabkan kualitas air dan udara berkurang serta tidak dapat lagi berfungsi dengan baik. Pencemaran juga berlaku apabila terdapat  makhluk hidup, zat, tenaga atau komponen-komponen lain di dalam air atau udara. Secara umum pencemaran dikelaskan kepada  tiga jenis pencemaran ialah pencemaran air (water pollution), pencemaran udara (air pollution) dan pencemaran tanah (soil pollution).
Pada pembahasan kedepannya lebih ditekankan pada upaya penjernian air sebagai bentuk kreatifitas mensiasati maraknya pencemaran air. Kita tahu bila air tersebut sangat erat kaitannya dengan kehidupan manusia. Terdapat alasan yang kuat mengapa air ini sangat penting bagi kehidupan manusia diantaranya: Tubuh manusia terdiri dari air ± 60-70% dari berat badannya, orang dewasa butuh 2 liter setiap hari untuk pencernaan, metabolisme, mengangkut zat-zat makanan dalam tubuh, mengatur keseimbangan suhu tubuh, menjaga jangan sampai tubuh kekeringan dan dehidrasi serta masih banyak lagi alasan lainnya.
            Begitu pentingnya air untuk kita jaga tersebut karena keterkaitannya yang erat sekali dengan kesehatan manusia. Bayangkan air yang tercemar dapat menyebabkan penyakit, karena di dalamnya banyak terdapat organisme penyakit seperti bakteri dan virus, Virus kolera, Salmonella thypi, Shigella dysenteriae dan yang lainnya. Semua ini tentu tidak akan terjadi bilamana semuanya sadar untuk memelihara lingkungan sekitarnya terutama keberadaan airnya. Hal-hal yang menjadi sumber pencemaran ditekan seminimal mungkin, serta hutan sebagai penyedia air bersih dapat terus dilestarikan bagi keberlanjutan anak cucu mendatang.
Lalu apa pencemaran air tersebut? Untuk hal ini mungkin setiap orang memiliki persepsi yang bisa jadi berbeda dalam memandangnya. pencemaran air sendiri berlaku apabila terjadi perubahan keadaan di suatu tempat penampungan air seperti danau, sungai, laut dan air tanah akibat aktivitas manusia. Namun begitu, perubahan kualitas air yang disebabkan oleh fenomena alam seperti gunung berapi tidak dianggap sebagai pencemaran. Pencemaran air akan menyebabkan meningkatnya kandungan nutrien yang mengarah kepada berlakunya eutrofikasi.  Eutrofikasi merupakan masalah alam sekitar yang disebabkan oleh limbah fosfat khususnya di dalam ekosistem air tawar. Hal ini berlaku karena kandungan nutrien di dalam ekosistem air melebihi tahap yang sepatutnya. Air dikatakan sebagai eutrofik apabila kepekatan total phosporus (TP) di dalam air berada pada paras 35-100 µg/L. Sebenarnya, eutrofikasi adalah satu proses semula jadi  di mana danau mengalami penuaan dan menjadi lebih produktif untuk pertumbuhan biomassa, ia memerlukan ribuan tahun untuk berlakunya proses eutrofikasi ini. Namun begitu, aktivitis manusia yang tidak terkawal ini telah menyebabkan proses ini berlaku dengan cepat.
Dalam PP No. 20/1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air, pencemaran air didefinisikan sebagai : “masuknya atau dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya” (Pasal 1, angka 2).
            Terhadap indikator atau tanda bahwa air lingkungan telah tercemar adalah adanya perubahan atau tanda yang dapat diamati, dapat digolongkan menjadi pengamatan secara fisis, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan tingkat kejernihan air (kekeruhan), perubahan suhu, adanya perubahan warna, bau dan rasa, lalu pengamatan secara kimiawi berupa pengamatan pencemaran air berdasarkan zat kimia yang terlarut, perubahan pH, dan terakhir pengamatan secara biologis, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan mikroorganisme yang ada dalam air, terutama ada tidaknya bakteri pathogen.

Dilihat dari sumber pencemarnya, pencemaran yang terjadi dapat digambarkan dalam bagan berikut:


Gambar : Bagan Pengaruh Beberapa Jenis Bahan Pencemar terhadap
Lingkungan Perairan oleh: Effendi dalam Anomin 2003

Dengan melihat indikator bahwa air telah tercemar dan dampak dari pencemaran tersebut maka perlu upaya pengendalian dari pencemaran tersebut. Dalam hal ini setiap individu yang berkepentingan harus mengambil bagian dalam menciptakan lingkungan yang sehat. Secara prinsip penanganan tersebut harus didukung dengan peraturan perundangan yang dapat merencanakan, mengatur dan mengawasi segala macam bentuk kegiatan industri dan teknologi sehingga tidak terjadi pencemaran. Selain itu mengubah proses  pengelolaan limbah atau menambah alat bantu yang dapat mengurangi pencemaran (ramah lingkungan). Pada taraf yang lebih kecil kita pun dapat berperan dalam upaya pengurangan pencemaran air ini sendiri yaitu dengan mengurangi produksi sampah (minimize) yang kita hasilkan setiap hari atau juga memanfaatkan sampah yang ada tersebut menjadi barang kerajian yang lebih ekonomis
            Kitapun perlu memperhatikan bahan kimia yang kita buang dari rumah kita karena disadari atau tidak saat ini kita telah menjadi masyarakat kimia, yang menggunakan ratusan jenis zat kimia dalam keseharian kita, seperti mencuci, memasak, membersihkan rumah, memupuk tanaman, dan sebagainya yang kesemuanya itu rentang mencemari air sekitar. Oleh sebab itu kita harus bertanggung jawab terhadap berbagai sampah seperti makanan dalam kemasan kaleng, minuman dalam botol dan sebagainya, yang memuat unsur pewarna pada kemasannya dan kemudian terserap oleh air tanah pada tempat pembuangan akhir. Bahkan pilihan kita untuk bermobil atau berjalan kaki, turut menyumbangkan emisi asam atu hidrokarbon ke dalam atmosfir yang akhirnya berdampak pada siklus air alam.   
            Teknologi dapat kita gunakan untuk mengatasi pencemaran air. Instalasi pengolahan air bersih, instalasi pengolahan air limbah, yang dioperasikan dan dipelihara baik, mampu menghilangkan substansi beracun dari air yang tercemar. Salah satu teknologi tepat guna yang dapat diterapkan ialah sebagaimana yang pernah kami sampaikan pada penyuluhan pendidikan lingkungan hidup, yakni skema rawa buatan dengn saringan biologis dan kolam ikan
Penggunaan skema rawa buatan ini, secara sederhana dapat dijelaskan ialah proses penyaringan limbah pencemaran dengan beberapa tahan sampai dengan limbah tersebut dapat dimanfaatkan kembali seperti sumber perairan bagi kolam ikan dan lainnya. Dalam prosesnya setiap limbah yang dihasilkan, terutama limbah rumah tangga akan di saring menggunakan saringan biologis yang terdiri dari arang, bebatuan, sabut kelapa, pasir, ataupun media saringan lainnya, lalu ditahap selanjutnya air yang disaring tersebut diarahkan pada kolam tanaman. Proses ini merupakan proses pengujian apakan penyaringan limbah tersebut berjalan, dilihat dengan masih hidupnya tanaman-tanaman sensitive pada media kolam tersebut. Ketika hal ini telah teruji, maka selanjutnya air yang mengalir pada selanjutnya di uji kembali pada kolam ikan. Barulah ketika seluruh tahan ini berhasil dilalui maka air tersebut telah aman digunakan, seperti untuk menyiram tanamannya dirumah ataupun kegiatan lainnya.
Dapat pula melalui teknologi tepat guna lainnya yaitu teknologi yang sederhana, dengan biaya yang rendah namun secara efektif dapat mencapai tujuan yang diharapkan.
            Satu teknologi tepat guna lainnya yang dapat digunakan sebagai penjernih air ialah dengan menggunakan media tanaman kelor (Moringa oleifera). Tanaman ini dikenal sebagai tanaman “drumstick” karena bentuk polong buahnya yang memanjang meskipun ada juga yang menyebut sebagai “horseradish” karena rasa akarnya menyerupai “radish”. Kelor (moringa oliefera) termasuk jenis tumbuhan perdu yang dapat memiliki ketingginan batang 7 -11 meter. Di Jawa, Kelor sering dimanfaatkan sebagai tanaman pagar karena berkhasiat untuk obat-obatan. Pohon Kelor tidak terlalu besar. Batang kayunya getas (mudah patah) dan cabangnya jarang tetapi mempunyai akar yang kuat. Batang pokoknya berwarna kelabu. Daunnya berbentuk bulat telur dengan ukuran kecil-kecil bersusun majemuk dalam satu tangkai. Kelor dapat berkembang biak dengan baik pada daerah yang mempunyai ketinggian tanah 300-500 meter di atas permukaan laut. Bunganya berwarna putih kekuning kuningan dan tudung pelepah bunganya berwarna hijau. Bunga kelor keluar sepanjang tahun dengan aroma bau semerbak. Buah kelor berbentuk segi tiga memanjang yang disebut klentang (Jawa). Buahnya pula berbentuk kekacang panjang berwarna hijau dan keras serta berukuran 120 cm panjang. Sedang getahnya yang telah berubah warna menjadi coklat disebut blendok (Jawa).
Penjernihan air menggunakan biji kelor dialakukan dengan membiarkan bijinya sampai matang atau tua di pohon dan baru dipanen setelah kering. Sayap bijinya yang ringan serta kulit bijinya mudah dipisahkan sehingga meninggalkan biji yang putih. Bila terlalu kering di pohon, polong biji akan pecah dan bijinya dapat melayang “terbang” ke mana-mana.
Biji tak berkulit tersebut kemudian dihancurkan dan ditumbuk sampai halus sehingga dapat dihasilkan bubuk biji Moringa. Jumlah bubuk biji moringa atau kelor yang diperlukan untuk pembersihan air bagi keperluan rumah tangga sangat tergantung pada seberapa jauh kotoran (tingkat tercemar) yang terdapat di dalamnya. Untuk menangani air sebanyak 20 liter (1 jeriken), diperlukan jumlah bubuk biji kelor 2 gram atau kira-kira 2 sendok teh (5 ml).
Tambahkan sedikit air bersih ke dalam bubuk biji sehingga menjadi pasta. Letakkan pasta tersebut ke dalam botol yang bersih dan tambahkan ke dalamnya satu cup (200 ml) lagi air bersih, lalu kocok selama lima menit hingga campur sempurna. Dengan cara tersebut, terjadilah proses aktivitasi senyawa kimia yang terdapat dalam bubuk biji kelor.
Saringlah larutan yang telah tercampur dengan koagulan biji kelor tersebut melalui kain kasa dan filtratnya dimasukkan ke dalam air 20 liter (jeriken) yang telah disiapkan sebelumnya, dan kemudian diaduk secara pelan-pelan selama 10-15 menit.
Selama pengadukan, butiran biji yang telah dilarutkan akan mengikat dan menggumpalkan partikel-partikel padatan dalam air beserta mikroba dan kuman-kuman penyakit yang terdapat di dalamnya sehingga membentuk gumpalan yang lebih besar yang akan mudah tenggelam mengendap ke dasar air. Setelah satu jam, air bersihnya dapat diisap keluar untuk keperluan keluarga.
Proses pembersihan tersebut menurut hasil penelitian yang telah dilaporkan mampu memproduksi bakteri secara luar biasa, yaitu sebanyak 90-99,9% yang melekat pada partikel- partikel padat, sekaligus menjernihkan air, yang relatif aman (untuk kondisi serba keterbatasan) serta dapat digunakan sebagai air minum masyarakat setempat. Namun demikian, beberapa mikroba patogen masih ada peluang tetap berada di dalam air yang tidak sempat terendapkan, khususnya bila air awalnya telah tercemar secara berat. Idealnya bagi kebutuhan air minum yang pantas, pemurnian lebih lanjut masih perlu dilakukan, baik dengan cara memasak atau dengan penyaringan dengan cara filtrasi pasir yang sederhana.

Daftar Pustaka
[anonim].2006. PP No. 20/1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air, pencemaran air 2003[terhubung berkala]www1.evaluasi.or.id (4 Oktober 2010)
[anonim].2010. pencemaran air :sumber, dampak dan penanggulangannya [artikel]. file:///J:/Deteksi%20Pencemaran%20Air%20%C2%AB%20Ketut%20Wikantika.htm [4 Oktober 2010]
Hidayati, Thantien. 2008. Transect Walk Sebagai Metode Alternatif Dalam Penyampaian Pendidikan Nilai (Budi Pekerti) Berbasis Hak Asasi Manusia Pada Peserta Didik Di Lembaga Pendidikan Formal. Universitas Muhammadiyah Malang.



1 komentar:

  1. so cuma ada 2 cara untuk mengatasi pencemaran air melalui teknologi

    BalasHapus