Kamis, 07 Juni 2012

PERANAN KAWASAN LAHAN BASAH BAGI HIDUPAN BURUNG AIR DI CAGAR ALAM RAWA DANAU


PERANAN KAWASAN LAHAN BASAH BAGI HIDUPAN BURUNG AIR DI CAGAR ALAM RAWA DANAU


Arya Arismaya, Dahlan, Hery Jamaksari, Zulfikri, Fadila Tamnge


ABSTAK 
            Cagar Alam Rawa Danau merupakan ekosistem rawa tropis yang ada di pulau Jawa dan merupakan habitat bagi burung air. Keberadaan burung merandai ini menjadi indikator mutu dan produktifitas lahan basah. Metode yang digunakan adalah land dan water surveying (survey darat dan air) yaitu dengan mengamati secara langsung di lapangan. Ditemukan sebanyak 8 jenis burung merandai dari dua suku. Beberapa jenis dari burung-burung tersebut termasuk jenis yang dilindungi berdasarkan undang-undang nomor 7 tahun 1999 yaitu Ardea cinerea, Ardea purpurea, Egretta alba, Egretta intermedia, Egretta garzeta, dan Bubulcus ibis. Egretta garzetta merupakan burung yang paling mendominasi dan melimpah di kawasan. Keberadaan Rawa  Danau yang sangat penting bagi komunitas burung merandai. Mengingat pentingnya peranana kawasan lahan basah maka pengelolaan kawasan yang baik wajib dilakukan dalam upaya menjaga kelangsungan hidup burung air dan habitatnya. Strategi peningkatan pengawasan, pengamanan dan pengelolaan Cagar Alam Rawa Danau harus ditingkatkan untuk mengantisipasi berbagai ancaman baik internal maupun  eksternal.

Kata kunci: Lahan basah, burung air, Cagar Alam Rawa Danau.

 
PENDAHULUAN

Latar belakang
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki area lahan basah yang cukup luas dengan variasi tipe dan ukuran yang beragam serta tersebar di berbagai pulau (Wibowo et al., 1997). Lahan basah (wetlands) yaitu daerah rawa, payau, lahan gambut dan perairan, alami atau buatan, tetap atau sementara, dengan air tergenang atau mengalir, tawar, payau atau asin, termasuk wilayah perairan laut yang kedalamannya tidak lebih dari enam meter pada waktu air surut (Nirarita et al. 1996). Lahan basah sebagai ekosistem yang kompleks memiliki berbagai fungsi ekologis yang sangat penting seperti fungsi pengatur hidrologis, penghasil sumberdaya alam hayati dan habitat dari berbagai jenis satwa liar dan tumbuhan. Kekhasan kawasan tersebut menyebabkan adanya pemanfaatan oleh burung-burung air yang hanya dapat tinggal pada kawasan tertentu atau cocok dengan kebutuhannya. Menurut Sibuea (1997) kehadiran burung air bisa dijadikan sebagai indikator yang sangat penting dalam pengkajian mutu dan produksifitas lahan basah. Di Indonesia setidaknya terdapat sekitar 256 lokasi lahan basah yang diguanakan burung air (Widodo et al  1996).
Keberadaan lahan basah sebagai habitat burung air telah dirumuskan dalam konvensi Internasional Ramsar sebagai suatu kepentingan internasional (Sibuea, 1997). Salah satu kawasan lahan basah yang sering dijadikan habitat burung air adalah kawasan mangrove. Secara ekologis mangrove merupakan daerah peralihan antara perairan laut dan perairan air tawar, karena itu hanya flora dan fauna yang memiliki kemampuan adaptasi khusus yang dapat hidup disana (ITTO, 2007). Sebanyak 189 jenis tumbuhan dan lebih dari 170 jenis burung juga diketahui hidup dikawasan , termasuk beberapa jenis burung yang terancam punah telah diketahui hidup dalam kawasan mangrove Indonesia (Noor 1994).
Salah satu kawasan lahan basah yang dijadikan habitat burung air adalah Cagar Alam Rawa Danau. Rawa Danau memiliki kekhasan tersendiri  karena merupakan salah satu ekosisitem rawa tropis yang mulai langka di dunia dan sumberdaya air yang sangat potensial. Keunikan lainnya adalah diapit langsung oleh pantai dan perbukitan serta berfungsi sebagai reservoir alami. Dengan kondisi sekarang ini dimana gangguan manusia sukar dibatasi, ancaman terhadap habitat dan kelestarian burung air di Cagar Alam Rawa Danau, sehingga perlu adanya perhatian khusus terhadap kelestarian lahan basah mengingat peranan pentingnya terhadap keberadaan dan keanekaragaman jenis burung merandai di kawasan tersebut. Untuk memperjelas hal tersebut maka penelitian yang mengkaji tentang peranan lahan basah terhadap hidupan burung air penting dilakukan, sehingga dari data yang diperoleh dapat dijadikan pertimbangan dalam konservasi burung air pada kawasan lahan basah di Indonesia.


Tujuan

            Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peranan lahan basah terhadap kelimpahan dan keanekaragaman burung air di Cagar Alam Rawa danau. Selain itu hasil penelitian ini dapat menjadi data terbaru berkaitan dengan burung air pada kawasan CARD serta memberikan masukan kepada pihak pengelola untuk pengelolaan burung merandai secara berkesinambungan dan lestari.



METODE PENGAMATAN

Lokasi dan waktu
Pengamatan dilaksanakan pada tanggal 9-14 Februari 2009 di Cagar Alam Rawa Danau (CARD) Kabupaten Serang Provinsi Banten. Pengamatan di CARD di lakukan di areal danau dan pesawahan. Pengamatan pagi hari mulai pukul 06.00-09.00 WIB dan sore hari pukul 15.00-17.30 WIB.
 
Alat dan Bahan
Peralatan dan bahan yang digunakan yaitu binokuler, handycam, kamera digital, recorder, buku panduan lapang pengenalan jenis burung di Sumatera, Jawa, Bali dan Kalimantan oleh Mackinnon et al. 1998.

Jenis dan Metode Pengambilan data
Parameter yang diukur yaitu jenis, jumlah, waktu, dan aktivitas burung. Pengamat mencatat jenis burung yang terlihat dan atau yang terdengar di sepanjang jalur pengamatan.
Metode pengambilan data dalam penelitian mengenai kondisi habitat burung air yaitu dengan melakukan pengamatan dan pencatatan langsung di lapangan. Pengamatan burung dilakukan dengan menggunakan metode land dan water surveying (survey darat dan air) (Howes et al 2003). Pengamat berjalan mengelilingi tepian pulau, menelusuri ke seluruh bagian kawasan pulau serta mengamati dari atas menara pengamatan. Teropong binokuler dan monokuler digunakan untuk membantu mengamati burung dari jarak jauh.
            Pengamatan dilakukan selama 3 hari dimulai pada pukul 05.00-19.00 secara kontinu untuk mengetahui jenis-jenis burung diurnal dan nocturnal yang terdapat pada kawasan pulau ini. Penelitian ini hanya mencatat jenis-jenis burung yang dapat terlihat oleh pengamat bukan dari suara yang didengar. Burung yang teramati diidentifikasi dengan menggunakan buku panduan lapang identifikasi burung MacKinnon dkk (1998). Identifikasi dilakukan dengan cara mencatat ciri morfologi burung (meliputi warna tubuh, bentangan sayap, bentuk leher, ukuran paruh dan cara terbang) yang teramati dan mencocokannya dengan buku panduan lapang tersebut. Jenis yang belum dapat diidentifikasi selama pengamatan tetap dicatat dengan memberikan deskripsinya agar saat bertemu kembali dapat teridentifikasi.
            Informasi lain berupa nama pengamat, tanggal, waktu, kondisi cuaca, tipe vegetasi dan perilaku burung juga dicatat. Pemanfaatan tajuk pohon oleh burung air saat ditemukan juga dicatat sebagai data pendukung penelitian. Pencatatan jenis, jumlah dan aktivitas burung dilakukan sepanjang hari.

Analisis data
Pendugaan populasi dilakukan dengan cara perhitungan individu burung secara total dan langsung. penghitungan jumlah total burung merupakan jumlah burung yang tercatat dalam pengamatan land dan water survey. Untuk mengetahui keanekaragaman burung-burung merandai di CARD digunakan angka indeks keanekaragaman dari Shannon-Wiener dengan rumus ( Bibby et al  2000).
H’   =    - pi  ln pi
   Keterangan:
H’
= indeks keanekaragaman jenis
Pi

= proporsi nilai penting (perbandingan antara jumlah individu jenis ke-i dengan seluruh jenis


            Data habitat diambil dengan mengamati kondisi habitat Rawa Danau secara langsung. Data yang diambil berupa struktur vegetasi dan kondisi Rawa Danaunya itu sendiri.



HASIL DAN PEMBAHASAN


Jenis-jenis Burung Air

            Burung-burung merandai yang menghuni Cagar Alam Rawa Danau terdiri dari jenis-jenis burung yang menetap dan tidak menetap. Jenis burung yang menetap adalah jenis burung yang menetap sepanjang tahun. Sedangkan jenis yang tidak menetap hanya menggunakan Rawa Danau sebagai tempat singgah. Berdasarkan hasil penelitian burung merandai yang berada di CA Rawa Danau berjumlah 8 jenis yang masuk kedalam 2 famili (Tabel 1). Dalam mencari makan burung merandai berdasarkan waktunya, burung merandai dibedakan menjadi burung yang bersifat diurnal dan nokturnal. Burung merandai yang bersifat nokturnal seperti Kowak malam kelabu, tapi burung ini tidak ditemukan di CA Rwa Danau. Burung merandai yang bersifat diurnal seperti cangak abu, cangak merah, kuntul besar, kuntul sedang, kuntul kecil.

Tabel 1. Jenis-jenis burung merandai yang ada di Cagar Alam Rawa Danau  
No
Famili
Nama Lokal
Nama Ilmiah
Nama Inggris
1.






Ardeidae
Cangak abu
Ardea cinerea
Grey Heron
Cangak merah
Ardea purpurea
Purple Heron
Kuntul besar
Egretta alba
Great egret
Kuntul perak
Egretta intermedia
Intermediate Egret
Kuntul kecil
Egretta garzeta
Little Egret
Kuntul kerbau
Bubulcus ibis
Cattle egret
Blekok sawah
Ardeola speciosa
Javan pond Heron
2.
Rallidae
Kareo padi
Amaurornis phoenicurus
White-breasted waterhen


Pendugaan kelimpahan jenis

            Jenis kuntul kecil merupkan jenis yang memiliki kelimpahan tertinggi yaitu 0,722 sedangkan jenis kareo padi memilki kelimpahan paling rendah yaitu 0,009. Jenis-jenis  kuntul dan cangak (family Ardeidae) dalam melakukan berbagai aktifitasnya dijumpai menyebar hampir pada semua kawasan. Selain jenis famili Ardeidae, ditemukan juga jenis suku Rallidae yaitu kareo padi (Amaurornis phoenicurus), jenis burung ini merupakan jenis yang paling sulit ditemukan, hal ini dikarenakan jenis burung ini lebih menyukai diam di semak-semak dibandingkan terbang.
            Berdasarkan hasil perhitungan, secara umum jumlah individu burung air jenis Egretta garzeta paling dominan dibandingkan jenis burung air lainnya. Sedangkan jenis Amaurornis phoenicurus merupakan jenis burung air yang paling sedikit jumlahnya (Gambar 1).
 
Gambar 1. Jumlah burung air yang ditemukan di Cagar Alam Rawa Danau.


            Cagar Alam Rawa Danau merupakan salah satu ekosistem rawa tropis yang mulai langka di dunia dan sumberdaya air yang sangat berpotensial. Secara umum  tipe ekosistem Rawa Danau dibagi kedalam tiga kelompok ekosistem, yaitu rawa alang-alang (grass swamp), hutan rawa dan pesawahan. Rawa alang-alang merupakan kelompok vegetasi yang paling dominan dan tersebar hampir diseluruh kawasan. Sedangkan hutan rawa hanya terdapat dibeberapa bagian saja dan pesawahan terdapat di bagian tepi rawa.
            Inventarisasi burung merandai yang dilakukan di Rawa Danau menemukan sebanyak 8 jenis burung merandai yang termasuk kedalam 2 suku. Beberapa jenis dari burung-burung tersebut termasuk jenis yang dilindungi berdasarkan undang-undang nomor 7 tahun 1999 yaitu cangak abu (Ardea cinerea), cangak merah (Ardea purpurea), kuntul besar (Egretta alba), kuntul sedang (Egretta intermedia), kuntul kecil (Egretta garzeta), dan kuntul karang (Bubulcus ibis). Kuntul kecil (Egrea garzetta) merupakan jenis burung merandai yang sering ditemukan selama pengamatan. Burung ini terbang dalam jumlah berkelompok antara 15-20 ekor. Selain itu, Egerta garzetta ini merupakan burung merandai yang paling melimpah di Cagar Alam Rawa Danau, yaitu dengan nilai kelimpahannya sebesar 0.722. dan selama pengamatan ditemukan sebanyak 78 ekor.
            Burung sebagai salah satu komponen ekosistem memerlukan tempat atau ruang untuk mencari makan, minum, berlindung, bermain dan tempat untuk berbiak, tempat yang menyediakan kebutuhan tersebut dinamakan habitat (Odum 1971; Alikodra 2002). Habitat secara sederhan dapat dikatakan tempat dimana burung itu berada. Faktor yang menentukan keberadan burung adalah ketersediaan pakan, tempat untuk istirahat, berbiak, bersarang, bertengger dan berlindung.
            Kebanyakan dari burung merandai lebih menyukai tipe dearah rawa alang-alang sebagai habitatnya untuk melakukan aktivitasnya dibandingkan dengan dua tipe lainnya. Kondisi vegetasi pada rawa alang-alang yang didominasi oleh vegetasi alang-alang dan semak berair merupakan tempat yang banyak menyediakan makanan berupa ikan, amfibi dan reptil kecil. Sehingga burung merandai lebih menyukai tempat tersebut.
            Selain faktor makanan, faktor keamanan merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi pengguanaan suatu lokasi untuk dijadikan habitat. Habitat sebagai tempat hidup dan berkembangbiak satwa harus dapat memberikan rasa aman dan nyaman serta dapat menyediakan kebutuhan hidup satwa tersebut secara berkesinambungan. Apabila keadaan habitat tidak lagi memenuhi kebutuhan hidup satwa , maka satwa tersebut akan berpindah mencari tempat yang memungkinkan untuk hidup dan membesarkan anaknya.
Menurut Sibuea (1997) kehadiran burung merandai (air) bisa dijadikan sebagai indikator yang sangat penting dalam pengkajian mutu dan produksifitas lahan basah. Sehingga keberadaan  burung merandai di Cagar Alam Rawa Danau memberikan  indikasi bahwa mutu dan produksifitas lahan basah Rawa Danau masih baik. Dengan mutu dan produktifitas yang baik Rawa Danau yang baik, maka berlangsungan Rawa Danau sebagai reservoir alami akan tetap terjaga.

Peranan lahan basah

            Lahan basah di kawasan CARD sangat berpengaruh bagi keberadaan dan keanekaragaman burung air. Areal tersebut merupakan tempat yang paling banyak digunakan untuk melakukan aktivitas harian bagi burung air. Aktivitas yang terlihat antara lain pembuatan sarang, membesarkan anak, beristirahat, berlindung dan terutama untuk mencari pakan. Hal serupa juga dikatakan oleh Mustari (1992)  dalam penelitiannnya di Cimanuk Indramayu.

Penyedia pakan
Burung air cenderung berkumpul dan terkonsentrasi dalam mencari makan pada suatu daerah dimana keberadaan mangsa mereka mudah untuk didapat. Jenis- jenis mangsa utama yang disukai oleh burung air antara lain Bivalvia, Gastropoda, Crustaceae, Polychaeta dan Pisces. Jenis-jenis mangsa tersebut biasa terdapat dalam air dan berlumpur. Hal inilah yang menyebabkan banyak jenis burung air mendatangi kawasan lahan basah untuk mencari makan.

Shelter dan breeding site

Berdasarkan pengamatan umumnya burung-burung air membuat sarang pada hutan sdi sekitar kawasan dan vegetasi yang terdapat pada kawasan ini. Bagi beberapa jenis burung air seperti kuntul dan pecuk vegetasi pada lahan basah dan sekitarnya menyediakan ruang yang memadai untuk membuat sarang. Hal ini dikarenakan sedikitnya gangguan yang ditimbulkan oleh predator. Dalam pemilihan lokasi bersarang menurut Collias dan Collias (1984), suatu jenis burung sangat dipengaruhi oleh faktor keamanan dari predator dan gangguan dari faktor fisik lingkungan seperti suhu harian, curah hujan, dan kecepatan angin.

Upaya Pelestarian

Meskipun kondisi Rawa Danau masih baik sampai sekarang ini, tapi jika tidak ada pengelolaan yang baik maka kondisi tersebut akan cepat berubah. Strategi peningkatan pengawasan, pengamanan kawasan, adanya pengelolaan dan kemudahan aksas pengelolaan untuk mengantisipasi ancaman-ancaman eksternal seperti perburuan satwa terutama burung dan pengkonversian rawa menjadi pesawahan harus dilakukan.
Dalam jangka panjang perlu diadakan suatu pengelolaan mengenai kawasan perlindungann burung. Kawasan perlindungan burung ini bertujuan untuk menyediakan tempat khusus bagi burung beserta habitatnya yang bebas dari segala macam gangguan terutama gangguan dari aktifitas manusia. Dengan memperketat pengamanan  sesuai dengan  fungsi  kawasan yang berstatus Cagar Alam, diharapkan bisa memberikan keamanan bagi burung-burung melakukan aktifitasnya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Kondisi kawasan perlindungan burung ini harus dipelihara agar masing-masing ruang tidak banyak mengalami perubahan , seperti tidak mengkonversikan rawa menjadi pesawahan dan mempertahankan subhabitat yang telah ada. Oleh karena itu perlu dilakukan pemeliharaan dan pengamanan agar ruang yang ada dalam kawasan perlindungan burung tetap tersedia dan aman dari gangguan.
Beberapa program yang dapat dilakukan dalam pengelolaan kawasan adalah perlindungan dan pengamanan fisik kawasan, identifikasi daerah-daerah rawan gangguan, kegiatan sosialisasi batas, pengembangan kemitraan, pemasangan pengumuman, dan perlunya penegakan hukum. Dengan terintegrasi dan terrealisasinya strategi tersebut serta dengan dukungan semua pihak  maka upaya pelestarian hidupan liar khususnya burung air di CARD akan semakin baik. 



KESIMPULAN

            Keberadaan lahan basah pada kawasan CARD sangat berperan terhadap eksistensi dan keanekaragaman burung air. Hal ini berkaitan dengan fungsi lahan basah sebagai ekosistem kompleks yang memiliki berbagai fungsi ekologis yang sangat penting seperti fungsi pengatur hidrologis, reservoir alami dan memiliki kekhasan sebagai habitat burung air. Terdapat delapan jenis burung merandai yang ada di Cagar Alam Rawa Danau yang berasal dari dua suku. Beberapa jenis dari burung-burung tersebut termasuk jenis yang dilindungi berdasarkan undang-undang nomor 7 tahun 1999 yaitu Ardea cinerea, Ardea purpurea, Egretta alba, Egretta intermedia, Egretta garzeta, dan Bubulcus ibis. Kuntul kecil (Egretta garzetta) merupakan burung yang memiliki kelimpahan tertinggi, mendominasi dan paling umum ditemukan. Sementara itu, ancaman berupa ganguan baik internal maupun eksternal dirasakan semakin besar. Dengan kondisi yang demikian maka perlu adanya perhatian khusus dari berbagai pihak untuk upaya pelestarian vegetasi mangrove pada kawasan ini. Beberap langkah strategis yang dapat dilakukan yaitu peningkatan pengawasan, pengamanan dan pengelolaan Cagar Alam Rawa Danau harus ditingkatkan untuk mengantisipasi ancaman terhadap kelestarian kawasan beserta hidupan liarnya.






DAFTAR PUSTAKA

Alikodra HS. 2002. Pengelolaan satwakiar. Jilid 1. Bogor: Yayasan Penerbit Fakultas Kehutanan IPB.

Bibby CM, jones M, dan Marden S. 2000. Teknik-teknik Ekspedisi Lapang: Survey Burung. Bogor. Birdlife International-Indonesia Proramme.

Howes J., Bakwell D., dan Noor YR. 2003. Panduan studi Burung Pantai. Bogor: Wetlands International-Indonesia Programme.

ITTO. 2007. International Tropical Timber Organization (ITTO) Workplan 2002-2006. Bogor.

Nirarita CE., Wibowo P., Susanti S., padmawinat D., Kusmarini,. Syarif M., Kusniangsih dan Sinulingga LBR. 1996. Ekosistem Lahan Basah Indonesia. Bogor: Wetlands International-Indonesia Programme.

Noor, Y R. 1994. Pengetahuan Mengenai Burung Air di Indonesia Khusunya Burung Air Migran. Paper presented on Wetland Conservation Assesment and Management Training Course III. Bogor.

Odum EP. 1993. Fundamental of Ecology. Ed 3th. Philadelphia. W.B Saundres Co..

Sibuea TH. 1997. Konservasi Burung Air dan Lahan Basah di Indonesia. Seminar Nasional Pelestarian Burung dan Ekosistemnya dalam Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia. Bogor: Pusat Antar Universitas, IPB.

Sukmantoro W., Irham M., Novarino W., Hasudungan F., Kemp N.,  & Muchtar M. 2007. Daftar Burung Indonesia no. 2. Bogor: Indonesian Ornithologists’ Union.

Widodo W., Noor YR., dan Wirjoatmodjo S. 1996. Pengamatan Burung-Burung air di Pantai Indramayu-Cirebon, Jawa Barat. Media Konservasi V (1):11-15

Tidak ada komentar:

Posting Komentar