Hutan Kota Sebagai
Upaya Pengelolaan Lingkungan Terpadu Menurut
Ajaran Islam
Oleh: *Arya Arismaya
Metananda
Pendahuluan
Proses
kerusakan lingkungan telah menjadi persoalan global yang tak terpisahkan dari
kehidupan manusia dimanapun berada. Lingkungan bersih yang tak tercemar (pristine) menjadi barang langka
yang sangat sulit bahkan hampir tak mungkin didapatkan. Hampir semua tempat
tidak akan luput dari “masukan” bahan pencemar baik melalui udara (misalnya:
asap, hujan asam, ataupun pencemaran suara ataupun bau) maupun daratan
(misalnya: transportasi, aliran sungai, dan lain-lain). Proses kerusakan
tersebut bahkan terus merambah lingkungan yang dianggap tak mungkin tercemari
seperti lautan lepas.
Kerusakan
lingkungan seharusnya tidak hanya dipandang dari segi kepentingan manusia
semata, namun difokuskan pada menurunnya kualitas dan daya dukung bagi hewan,
tumbuhan, ataupun mikroba yang pada akhirnya mempengaruhi kehidupan manusia.
Sebagai contoh, kerusakan hutan tropis akibat penebangan hutan baik secara
resmi maupun ilegal,
tidak secara langsung mempengaruhi kehidupan masyarakat banyak. Namun dampak
kerusakan tersebut akan dirasakan masyarakat dikemudian hari, misalnya punahnya
hewan, tumbuhan, ataupun mikroba yang dibutuhkan sebagai bahan makanan atau
obatan-obatan. Selain itu, kerusakan hutan tersebut akan berpengaruh pada
perubahan iklim secara lokal maupun global, termasuk peningkatan konsentrasi
gas karbon dioksida (CO2) di udara akibat berkurangnya jumlah tumbuhan yang
mampu menyerap gas tersebut. Akibat lanjut dari berlebihnya gas karbon dioksida
adalah pemanasan global (global warming)
yang diperkirakan akan menimbulkan dampak yang sangat luas seperti perubahan
cuaca, banjir di sekitar pantai, hujan asam, perubahan pola penyebaran hewan
dan tumbuhan, dan lain-lain. Oleh karenanya diperlukan suatu upaya dalam
mengatasi permasalahan di atas. Salah satunya adalah melalui pembangunan hutan
kota. Bagaimana perspektif islam memandang pentingnya pengelolaan lingkungan,
yang salah satunya dapat dilakungan melalui pembangunan hutan kota.
Hutan
kota sebagai upaya Pengelolaan lingkungan secara terpadu
Pembangunan
hutan kota dalam upaya pengelolaan lingkungan, dalam perpektif islam, merupakan
wujud ibadah dan amanah manusia sebagai khalifah di muka bumi (al-baqarah:30) untuk menjaga
lingkungannya. Secara tersirat sang khalik telah mengamanahkan bumi ini kepada
manusia untuk menjaganya, memeliharanya yang berujung pada pembuktian amal
sholeh (ibadah) kepada-Nya. Dalam beberapa buku tafsir menyebutkan alam semesta
ini merupakan rizki, ada pula yang menyebutnya sebagai ujian. Dalam konteks
sebagai ujian maka manusia dituntut untuk memeliharanya dengan baik dan benar.
Bilamana tidak maka musibah dan bencanalah yang akan diterima.
Banyak
contoh nyata saat ini yang dapat kita lihat, mulai dari banjir yang melanda
hampir disetiap daerah, adanya pulau yang mulai hilang akibat meningkatnya
permukaan air laut akibat es yang mencair didaerah kutub, sampai dengan isu
sentral saat ini yakni pemanasan global. Semua itu tanda bahwa azab sang Maha Kuasa
telah datang, akibat perbuatan
manusia yang semaunya memperlukanan alam khususnya lingkungannya.
Sebagai
upaya menjaga kelestarian alam dan lingkungan sekitar, hutan kota menjadi salah
satu solusinya. Dalam sunnah rasul pun manusia
diminta untuk sering menanam karena tanaman tersebut merupakan ladang ibadah
yang mereka pun terus bertasbih pada sang khalik. Hutan kota pun menjadi solusi
atau penjabaran nyata upaya manusia
memelihara lingkungan seperti yang disebutkan dalam beberapa ayat dalam
al-qur`an (sudah disebut di atas).
Pembangunan
hutan kota sebagai upaya pengelolaan lingkungan yang terpadu dibutuhkan peran
dari berbagai pihak seperti pemerintah, media massa, pendidik, tokoh-tokoh
masyarakat, dan masyarakat umum. Beberapa aspek yang dapat dilakukan oleh Islam
dalam membangun pondasi pemahaman pentingnya pembangunan hutan kota sebagai
upaya pengelolaan lingkungan yang terpadu adalah:
1. Pendidikan
Lingkungan
Pendidikan
lingkungan yang diajarkan secara Islami merupakan sarana penting bagi muslim
untuk mengenal dan menyadari lingkungan hidup mereka secara baik dan benar
sehingga mampu berperan secara sadar dan aktif dalam pengelolaan dan pembinaan
lingkungan. Sebagai mayoritas penduduk Indonesia, muslim mempunyai kewajiban
dan peran yang sangat besar dalam pengelolaan lingkungan tersebut. Dibutuhkan
pengetahuan dan kesadaran yang mendalam bahwa Islam sangat memperhatikan
lingkungan dan kesehatan. Hal ini membutuhkan peran pendidik, ulama, dan tokoh
masyarakat untuk menanamkan pengetahuan dan kesadaran tersebut kepada
masyarakat.
Kesadaran
bahwa alam semesta adalah milik Allah SWT merupakan langkah dasar dalam
memahami kedudukan manusia di alam ini. Dalam beberapa ayat Alqur’an Allah SWT
menjelaskan bahwa Allah SWT menciptakan alam semesta beserta isinya dengan
pertimbangan yang matang, seimbang, dan setiap ciptaanNya tersebut mempunyai
manfaat dan fungsi (surat 6 ayat 38, surat 16 ayat 66 s/d 69, surat 25 ayat 2,
surat 54 ayat 49, surat 80 ayat 24 s/d 32).
Selanjutnya,
Allah SWT juga menyatakan bahwa manusia adalah ciptaaanNya yang unik dan
menjadikannya sebagai khalifah di bumi (surat 6 ayat 165, surat 7 ayat 69 dan
129, surat 10 ayat 14, surat 24 ayat 55, surat 38 ayat 26). Dalam ajaran Islam,
khalifah lebih bersifat sebagai pengelola atau manajer di bumi ini sedangkan
Allah SWT adalah pemilik mutlak dari bumi dan segala isinya. Allah SWT
memberikan hak kepada manusia untuk mengambil manfaat dari bumi dan isinya namun
Allah SWT juga memberi kewajiban pada manusia untuk menjaga bumi dan isinya.
Hal ini sesuai benar dengan upaya pembanguna hutan kota sebagi wujud
pengelolaan lingkungan. Keberdaan hutan kota diharap bisa menjadi solusi
permasalahn lingkungan saat ini seperti pemanasan global, juga permasalahn
lainnya terkait dengan lingkungan.
Pada
masyarakat pedesaan yang sebagian besar bersifat primordial, peran ulama dan
tokoh masyarakat dalam mensukseskan program pengelolaan lingkungan sangatlah
besar. Masyarakat pedesaan umumnya pasif dan mencontoh perbuatan yang dilakukan
oleh ulama atau pemimpin mereka. Untuk itu sudah sewajarnya apabila ulama,
pemimpin, ataupun calon ulama dan pemimpin masyarakat membekali diri dengan
pengetahuan yang memadai mengenai pengelolaan lingkungan dan kesehatan. Pada
masyarakat perkotaan yang umumnya lebih individualistis, intelektual muslim
diharapkan menjadi contoh yang baik dalam menjaga dan mengelola lingkungan,
karena dengan pengetahuan yang dimilikinya seharusnya dia mampu menyelaraskan
dan memadukan perintah agama dengan perannya sebagai bagian dari penebar kasih
bagi semesta alam.
2. Media Massa Islam
Media
massa Islami harus diisi dengan pendidikan lingkungan, terutama untuk anak-anak
dan generasi muda sehingga mereka menyadari hubungan agama dengan lingkungan
dan arti penting hubungan tersebut demi kesejahteraan dan kesehatan manusia dan
lingkungan. Untuk kalangan dewasa, media massa perlu juga menyisipkan
pendidikan mengenai bahaya kesehatan yang ditimbulkan akibat kerusakan
lingkungan dan juga pengetahuan mengenai pembangunan hutan kota dalam pembangunan
yang berkelanjutan (sustainable
development) yang memang sesuai dengan nafas Islam.
3. Kebijakan Dan
Penegakan Hukum Lingkungan Secara Islami
Agama
Islam menegaskan bahwa setiap individu akan dimintai pertanggung jawaban pada
hari pembalasan atas segala prilakunya di muka bumi, termasuk didalamnya adalah
bagaimana individu tersebut berbuat terhadap alam, lingkungan, dan makhluk
hidup lainnya. Contoh mengenai pertanggung jawaban tersebut misalnya kisah
mengenai seorang wanita yang dimasukkan ke dalam neraka akibat melalaikan
tugasnya memberi makan pada kucing perliharaannya dan kisah mengenai seorang
laki-laki yang dimasukkan ke surga karena budi baiknya memberi minum pada anjing
liar yang sedang kehausan. Dari contoh tersebut jelas bahwa setiap individu
muslim berkewajiban untuk berlaku baik terhadap sesama makhluk hidup. Kewajiban
tersebut dapat dimanifestasikan dengan jalan menjaga dan merawat lingkungan.
Salah satunya melalui pembangunan hutan kota yang secara ekologi berperan dalam
mendukung kehidupan semua makhluk hidup.
Islam
sama sekali tidak melarang pemanfaatan lingkungan demi kesejahteraan manusia,
namun Islam mewajibkan bahwa dalam pemanfaatan tersebut harus dihindari
pemanfaatan yang berlebihan sehingga dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan
dan membahayakan makhluk hidup yang lain termasuk manusia sendiri. Islam
menyarankan untuk melakukan pemanfaatan yang berkelanjutan (sustainable utilization) yang pada
akhirnya akan mampu memberikan kesejahteraan yang merata dan berkelanjutan bagi
manusia dan mahkluk hidup lainnya.
Dalam
hukum Islam juga ada perintah untuk menjaga dan membantu lingkungan sekitar
dengan memberikan sedekah, misalnya dengan memberikan wakaf untuk
sebesar-besarnya digunakan bagi masyarakat sekitar. Selama ini kebanyakan wakaf
yang dilakukan adalah dengan mendirikan tempat-tempat ibadah dan sarana
pendidikan. Mungkin tidaklah berlebihan apabila wakaf tersebut juga dapat
diberikan berupa hutan kota yang sangat berguna bagi masyarakat sekitar baik
muslim ataupun non muslim. Selain itu, bentuk hibah tersebut juga akan mampu
menambah kesegaran dan kesehatan lingkungan ditambah lagi membantu hewan-hewan
liar seperti burung-burung dan hewan-hewan kecil lainnya menemukan habitat
hidup mereka. Bentuk hibah seperti ini sangatlah cocok bagi lingkungan
perkotaan yang semakin mengalami penurunan kualitas lingkungan dan kesehatannya
akibat berkurangnya hutan penyanggah (buffer zone) di daerah perkotaan
tersebut.
Penutup
Sebagai
agama yang rahmatan lil alamin, Islam meletakkan pemanfaatan dan pengelolaan
lingkungan sebagai bagian integral dari proses ibadah yang dijalankan oleh
penganutnya. Kewajiban setiap muslim dalam menjaga lingkungan yang baik telah
termaktub di dalam Alqur’an dan juga diberikan contohnya dalam beberapa hadis
nabi, termasuk ganjaran atau hukuman bagi yang tidak mengindahkan kewajiban
tersebut. Usaha yang terus menerus masih harus dilakukan guna menyadarkan
mereka sehingga pengelolaan lingkungan yang baik dan terpadu menjadi bagian
dari hidup mereka. Selain itu, dengan menyadari hukuman berat yang Allah SWT
akan berikan pada mereka apabila melakukan kerusakan, akan menjauhkan mereka
dari perbuatan yang merusak tersebut.
Literatur:
1. Al-Gain, A. 1993. Environmental Protection in
Islam. IUCN, Jeddah, Saudi Arabia.
2. Bakri,
O. 1984. Tafsir Rahmat. Cetakan ke-3. Mutiara, Jakarta.
3. Sofyan,
A., Shaw, J.R., Birge, J.W. 2006. Metal trophic transfer from algae to
cladocerans and the relative importance of dietary metal exposure.
Environmental Toxicology and Chemistry, 25 (4): 1034-1041.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar